gue jadi merasa bersalah kepada sahabat yang gue kangenin dari semenjak keluar dari kota Tangerang untuk tinggal di perantauan. mereka meminta gue untuk pulang, pulang untuk bertatap muka dan menceritakan segala keluh kesah, haru-biru, dan segala luapan emosi yang takkan bisa di ungkapkan di layar sentuh ponsel gue, yang sinyal ikatan emosional itu tidak bisa dikirimkan melalui satelit, lalu sampai kepada penerima yang dituju tanpa terbelit. tidak. itu hal yang mustahil. perasaan itu tak bisa di di analogikan sebagai sebuah short message service (SMS).
bukannya gue tidak mempertimbangkan permintaan mereka untuk sekedar bercengkrama menghabiskan waktu seperti dahulu, bukan. semuanya pun ada penjelasan yang mungkin kalian tak mau mendengarnya pula lewat layar sentuh ponsel kalian. gue yakin kalian akan malas berkata dengan kalimat sarkasme yang sebenarnya membuat gue sedih dan kecewa pada diri gue sendiri, kadang gue juga berpikiran sama seperti kalian "yaelah luangin waktu aja nggak bisa udah berapa tahun nggak ketemu"... ada. kata-kata itu kayak serangan sama diri sendiri, ngerasa gue jahat aja nggak bisa membagi waktu bagi kalian, nggak bisa memprioritaskan kalian.
tapi.... gue sadar, sekarang semua berbeda kawan, sahabat, saudara gue.. gue nggak bisa bersikap apatis terhadap keadaan, gue nggak bisa lagi memikirkan diri gue sendiri disaat keadaan di masa depan akan berpengaruh terhadap tindakan gue sekarang, gue bahkan merelakan waktu untuk keluarga gue demi membangun kepercayaan yang "orang lain" kasih ke gue supaya ke depannya hidup gue nggak nyusahin orangtua lagi, hidup gue bisa jauh lebih mudah karena gue udah membangun relasi untuk hidup gue ke depan.
ya... gue bekerja untuk membangun kepercayaan. rasanya gue terlalu sombong kalau menolak tawaran ini, sebuah awal untuk salah satu impian yang ada di dinding kamar asrama gue... "punya penghasilan", ya asal kalian tahu, gue akan berusaha untuk mencoret itu bagaimanapun caranya, gue sadar ini menyakitkan ketika biasanya keadaan berjalan sesuai dengan tradisi yang ada. kumpul bersama keluarga, bukber sama teman tinggal minta uang orang tua... sekali lagi. keadaan berubah, gak kayak dulu, gue bisa pergi meskipun cuma megang Rp 20.000 , karna gue punya kalian yang dengan sukarela bilang "lahilah ada kita ini selaw.." . sekarang, gue harus merogoh kocek 10 kali lipat hanya untuk biaya transport. sedangkan gue ngeliat di rumah, adek gue lagi kepayahan untuk bayar uang sekolah. sedangkan, di dalam hati, gue pengen banget sekedar ngebales traktiran kalian dulu pas gue lagi sekarat untuk jajan dan makan siang bareng kalian.
dan..... gue harus terima kalau uang yang gue tabung untuk ketemu kalian, harus dipake untuk keperluan yang gue sebutin diatas.....
dan..... gue harus terima kalau uang yang gue tabung untuk ketemu kalian, harus dipake untuk keperluan yang gue sebutin diatas.....
dilema?
ya. tentu saja sebagai anak sulung yang punya dedek-dedek, gue merasa punya tanggung jawab untuk ikut andil dalam pemecahan solusi di keluarga gue, gue mau ikut berkontribusi disana, sedangkan gue pun harus kuliah dengan waktu yang semakin sedikit untuk memikirkan dan melakukan impian-impian gue yang belum kecoret banyak. naahhh setelah ada tawaran itu... i feel like.. how lucky i am... akhirnya gue dapet tawaran magang..... ! dapet kepercayaan untuk masa depan (gue dikasih tau prospek ke depan yang bakal memudahkan gue kerja sambil kuliah). semoga saja. semoga saja ini adalah jawaban Allah atas doa-doa dan usaha gue selama ini.....
tapi gue menghela nafas setelah itu.
setelah tahu, gue bahkan nggak punya waktu untuk makan sahur dan magrib bareng seperti yang biasa dilakukan pada bulan ramadhan bersama keluarga gue.... dan dari sana gue sadar, keadaan berubah.
sekarang, gue nggak bisa mempertahankan ego gue. dan sejenak... gue belum bisa kayak yang lain yang bebas menemui temannya kapan aja, dan ketemu dimana aja. gue belum bisa. karena sekarang, gue lagi mencoba bangkit untuk keluarga gue, untuk masa depan gue.
mungkin kasarnya, gue harus sedikit tidak memikirkan hal-hal manis dahulu, karena gue sadar. lama-kelamaan keluarga gue akan tergantung sama anak sulungnya, gue akan dijadikan salah satu kerangka untuk pondasi rumah. dan gue sudah bertekad untuk membahagiakan keluarga dahulu, membuat bangga orangtua gue.... memberikan penghasilan gue. untuk orangtua gue.
mumpung gue masih muda, gue hanya takut menyesali, waktu yang Allah kasih ke gue. kesempatan yang Allah kasih ke gue untuk jadi manusia yang lebih baik, dan tawaran yang belum tentu datang lagi.
mumpung gue masih muda, gue hanya takut menyesali, waktu yang Allah kasih ke gue. kesempatan yang Allah kasih ke gue untuk jadi manusia yang lebih baik, dan tawaran yang belum tentu datang lagi.
harapan gue, semoga saudara-saudara gue di tangerang dapat mengerti pilihan hidup gue.
bisa mengerti bagaimana dilemanya gue sama kondisi dan keadaan yang memaksa gue harus memilih.
sehingga gue tidak bisa memenuhi permintaan sederhana mereka seperti dahulu.
sehingga gue tidak bisa memenuhi permintaan sederhana mereka seperti dahulu.
karena keadaan dan waktu tidak sesederhana dahulu.
untuk : saudara di Tangerang.
i'm sorry if i have mistakes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar