Petchburi Road
Semburat senja selalu kulihat dari balkon apartemen, meskipun bukan tinggal di lantai paling atas. Rumah ini merupakan rumah terindah yang kutempati diantara hirukpikuk kota metropolitan. Kamar no. 802, lantai 8, dimana dari sini terlihat awan-awan indah, bulan yang bersinar cerah, bintang berkelip yang bisa dihitung jari kalah dengan jumlah gedung-gedung pencakar langit yang ada di sebrang jalan flyover di hadapanku, komposisi yang pas. Membuatku, bersyukur sampai serasa tumpah hati ini - dengan skenario yang telah Tuhan buat untukku merasakan hal ini.
Di balkon ini biasanya, Aku merenungi berbagai hal, mentafakuri keindahan langit senja, ketika matahari tergelincir diantara gedung pencakar langit, kekuasaan Allah.
-senja di Bangkok-
Guru ngajiku pernah ragu ketika Aku memutuskan untuk pergi ke Bangkok, katanya-belum ada muhrim. Aku tersenyum, karena Aku percaya dimanapun berada Allah akan selalu melindungi kita. Aku yakinkan beliau bahwa disana Aku akan tetap mempelajari islam dari majlis ilmu, dan dia - tetap tidak yakin tapi mendukung. Begitupun ibu.
Kupasrahkan semuanya pada Allah, sejak namaku dipanggil peserta ppl-ln. Akankah Aku menemukan hamba Allah untuk menemani menjaga keistiqomahanku? Di wilayah 90 % beragama budha? Akankah Aku selalu istiqomah sedangkan imanku masih compang camping?
Tak henti-hentinya Aku bersyukur sampai menitikkan air mata ketika pesawatku landing, hal ini karena Aku tak pernah pergi sejauh ini dan selama ini dari rumah. Keputusan yang besar dalam hidupku dengan perjuangan dan pengorbanan yang cukup menguras waktu, materi dan pikiran.
Sudah kupatrikan dalam diri, Aku pasti menemukan cahaya cinta majlis ilmu, meski tak tahu cara menemukannya.
----
Aku sedikit kecewa ketika hari pertama berangkat ke sekolah, ternyata lokasi apartemen dan KBRI (sekolah juga) berjarak 2 km, artinya sekitar 25-30 menit kami berjalan kaki, menyusuri semburat matahari pagi yang silau dan terik karena Bangkok memang bersuhu tinggi - kalau menurutku lebih panas bangkok daripada jakarta. Apalagi di musim kemarau.
Aku ambil nafas satu-satu, wajah sudah seperti kepiting rebus rasanya - Bapak kepala sekolah tersenyum karena menemukan kami yang kepayahan.
panas pagi di Bangkok
---
Beberapa hari kemudian, Aku baru menyadari bahwa jalan kaki 30 menit ini membuatku mengetahui aktifitas di sepanjang jalan.
"assalamualaikum" seorang satpam bernama ayyub ramah menyapa kami. Melambaikan tangan seperti mengajak highfive.
Meski memakai masker, aku tahu ada wajah tersenyum ikhlas.
Aku balas tersenyum.
Ia baru memberitahu nama ketika sudah 3 minggu kami disana.
"assalamualaikum! Sawaddee ka, I'm ayyub, how are you? "
Aku mengira dia menghafalkan percakapan itu.
"hi mr. Ayyub, we are fine, thankyou. Nice to meet you, goodmorning, sawadde dwan chao... Wa'alaikumsalam" balasku hikmad. Ia menangkupkan tangannya.
Dari kejadian itu aku sadar, ia seorang muslim. Lalu kujawab setiap hari salamnya.
Bukam hanya itu, Aku sudah hafal orang-orang yang berlalu lalang, dan akan bertemu kami di titik mana. Jika, kami telat maka pertemuan kami tidak bertemu di titik pas, tapi lebih dekat dengan tempat tinggal kami.
Kami bertemu biksu setiap hari, mereka. Memakai pakaian khas berwarna oranye, biasanya tiap pagi mereka membagikan sesuatu dan mendoakan orang. Mereka tersenyum ramah dan bersahaja. Tetapi, yang harus kami jaga, kami tidak boleh terlalu dekat, ibaratnya jika di islam, Mereka seperti ustadz, kita tidak boleh membelakanginya, tempat duduk bus paling depan biasanya dikosongkan untuk para biksu. Ya, seperti itu.
Ironi ya jika kita lihat negara Indonesia, dari sekian banyak orang berbagai profesi, ustadz diserang beberapa kali yang katanya oleh orang tak berakal, sungguh tak masuk akal.
Selain rutinitas itu, ada yang lebih berkah dari kejengkelanku karna apartemen yang jauh, yaitu "mereka", Kamar 209, merupakan pertemuanku dengan mereka - di awali dari guru di sekolahku yang mengajak kajian.
"disini suka ada kok, ngaji orang-orang Indonesia seluruh bangkok, saya masukin ke grup oke? Ikut ya" kata Ibu Tanti.
Aku tersenyum, mengangguk, kemudian memberikan no. whatsapp ku.
"kalau mau ngaji mahasiswa datang aja di diana court, tiap sabtu sore jam 5" katanya lagi.
Aku tertegun, dari luasnya Bangkok, pertemuan pengajian mahasiswa ada di apartemenku?
"mbak dimana tinggalnya? " tanyanya.
"diana court bu" kataku.
"ohh? Yasudah kebetulan, datang saja ya" katanya.
Aku mengangguk.
Ya, datanglah Aku ke kajian di lantai 2, no. 209, yang belakangan ternyata kamar anak muridku, Aslam.
Di kamar kecil itu, setelah membaca Al-qur'an kami membahas tentang penggunaan obat karena pemateri berasal dari mahasiswa S2 keperawatan, Aku melihat suatu ikatan yang kuat berdasarkan islam, Aku merasa senang bertemu dengan mereka. Mereka kebanyakan mahasiswa S2 dan S3 beasiswa,l dan mahasiswa exchange. ada yang masih jomblo, dan ada yang membawa serta keluarganya ke Bangkok. Aku berkenalan dengan mereka, kebanyakan dari jawa, dan beberapa orang dari sumatra dan kalimantan. semoga silaturahim kita tetap terjaga meskipun singgahku hanya beberapa kali disana. ini penampakan pengajian :
pengajian di 209, Diana Court
Tempat tinggalku memakan waktu sekitar 15 menit berjalan kaki ke tempat mayoritas muslim, soi 7. Disana Aku bisa menemukan makanan halal dan ramah di kantong, disana Aku pun menghadiri pengajian di masjid Darul Alam, ternyata ada yang kembali kepada Allah hari itu sehingga masjid ramai karna jenazah sedang dimandikan.
Aku menemukan cahaya disini, karena kajian ini dipimpin oleh ustadz Eldrick yang berasal dari Papua, ia berhasil membuatku menahan air mata karena materinya tentang dzikrullah, ustadz Eldrick mengingatkanku kepada ustadz khalid yang sering kutonton di youtube.
Selain berceramah tentang dzikrullah, Aku diceritakan betapa pentingnya kita sebagai umat islam berkumpul bersama dimanapun berada, entah itu hijrah di tempat mayoritas atau minoritas-agar syariat islam dapat ditegakkan misalnya dalam pengurusan jenazah seperti sekarang.
Kebayang kan, kalau kita mati diurusnya tidak sesuai syariat agama islam? Di bekukan? Di awetkan? Ngeri....
Ketika menjelajahi beberapa mall disini, ternyata mereka menyediakan tempat ibadah yang jauh lebih nyaman daripada Indonesia, ketika Aku pergi ke Asiatiq (salah satu pusat belanja yang harus naik perahu untuk menyebrang) Aku menemukan masjid yang sangat nyaman dan daerah muslim disanađ
Penjelajahan ku di Bangkok tentang islam belum selesai. Masih banyak hal yang harus ku gali entah dari orang-orang, maupun dari keunikan tempat ibadah. InsyaaAllah minggu depan, Aku akan ke masjid jawa.
Ternyata, Allah akan selalu mempertemukan saudara muslim dimana pun berada! :)
Semburat senja selalu kulihat dari balkon apartemen, meskipun bukan tinggal di lantai paling atas. Rumah ini merupakan rumah terindah yang kutempati diantara hirukpikuk kota metropolitan. Kamar no. 802, lantai 8, dimana dari sini terlihat awan-awan indah, bulan yang bersinar cerah, bintang berkelip yang bisa dihitung jari kalah dengan jumlah gedung-gedung pencakar langit yang ada di sebrang jalan flyover di hadapanku, komposisi yang pas. Membuatku, bersyukur sampai serasa tumpah hati ini - dengan skenario yang telah Tuhan buat untukku merasakan hal ini.
Di balkon ini biasanya, Aku merenungi berbagai hal, mentafakuri keindahan langit senja, ketika matahari tergelincir diantara gedung pencakar langit, kekuasaan Allah.
-senja di Bangkok-
Guru ngajiku pernah ragu ketika Aku memutuskan untuk pergi ke Bangkok, katanya-belum ada muhrim. Aku tersenyum, karena Aku percaya dimanapun berada Allah akan selalu melindungi kita. Aku yakinkan beliau bahwa disana Aku akan tetap mempelajari islam dari majlis ilmu, dan dia - tetap tidak yakin tapi mendukung. Begitupun ibu.
Kupasrahkan semuanya pada Allah, sejak namaku dipanggil peserta ppl-ln. Akankah Aku menemukan hamba Allah untuk menemani menjaga keistiqomahanku? Di wilayah 90 % beragama budha? Akankah Aku selalu istiqomah sedangkan imanku masih compang camping?
Tak henti-hentinya Aku bersyukur sampai menitikkan air mata ketika pesawatku landing, hal ini karena Aku tak pernah pergi sejauh ini dan selama ini dari rumah. Keputusan yang besar dalam hidupku dengan perjuangan dan pengorbanan yang cukup menguras waktu, materi dan pikiran.
Sudah kupatrikan dalam diri, Aku pasti menemukan cahaya cinta majlis ilmu, meski tak tahu cara menemukannya.
----
Aku sedikit kecewa ketika hari pertama berangkat ke sekolah, ternyata lokasi apartemen dan KBRI (sekolah juga) berjarak 2 km, artinya sekitar 25-30 menit kami berjalan kaki, menyusuri semburat matahari pagi yang silau dan terik karena Bangkok memang bersuhu tinggi - kalau menurutku lebih panas bangkok daripada jakarta. Apalagi di musim kemarau.
Aku ambil nafas satu-satu, wajah sudah seperti kepiting rebus rasanya - Bapak kepala sekolah tersenyum karena menemukan kami yang kepayahan.
panas pagi di Bangkok
---
Beberapa hari kemudian, Aku baru menyadari bahwa jalan kaki 30 menit ini membuatku mengetahui aktifitas di sepanjang jalan.
"assalamualaikum" seorang satpam bernama ayyub ramah menyapa kami. Melambaikan tangan seperti mengajak highfive.
Meski memakai masker, aku tahu ada wajah tersenyum ikhlas.
Aku balas tersenyum.
Ia baru memberitahu nama ketika sudah 3 minggu kami disana.
"assalamualaikum! Sawaddee ka, I'm ayyub, how are you? "
Aku mengira dia menghafalkan percakapan itu.
"hi mr. Ayyub, we are fine, thankyou. Nice to meet you, goodmorning, sawadde dwan chao... Wa'alaikumsalam" balasku hikmad. Ia menangkupkan tangannya.
Dari kejadian itu aku sadar, ia seorang muslim. Lalu kujawab setiap hari salamnya.
Bukam hanya itu, Aku sudah hafal orang-orang yang berlalu lalang, dan akan bertemu kami di titik mana. Jika, kami telat maka pertemuan kami tidak bertemu di titik pas, tapi lebih dekat dengan tempat tinggal kami.
Kami bertemu biksu setiap hari, mereka. Memakai pakaian khas berwarna oranye, biasanya tiap pagi mereka membagikan sesuatu dan mendoakan orang. Mereka tersenyum ramah dan bersahaja. Tetapi, yang harus kami jaga, kami tidak boleh terlalu dekat, ibaratnya jika di islam, Mereka seperti ustadz, kita tidak boleh membelakanginya, tempat duduk bus paling depan biasanya dikosongkan untuk para biksu. Ya, seperti itu.
Ironi ya jika kita lihat negara Indonesia, dari sekian banyak orang berbagai profesi, ustadz diserang beberapa kali yang katanya oleh orang tak berakal, sungguh tak masuk akal.
Selain rutinitas itu, ada yang lebih berkah dari kejengkelanku karna apartemen yang jauh, yaitu "mereka", Kamar 209, merupakan pertemuanku dengan mereka - di awali dari guru di sekolahku yang mengajak kajian.
"disini suka ada kok, ngaji orang-orang Indonesia seluruh bangkok, saya masukin ke grup oke? Ikut ya" kata Ibu Tanti.
Aku tersenyum, mengangguk, kemudian memberikan no. whatsapp ku.
"kalau mau ngaji mahasiswa datang aja di diana court, tiap sabtu sore jam 5" katanya lagi.
Aku tertegun, dari luasnya Bangkok, pertemuan pengajian mahasiswa ada di apartemenku?
"mbak dimana tinggalnya? " tanyanya.
"diana court bu" kataku.
"ohh? Yasudah kebetulan, datang saja ya" katanya.
Aku mengangguk.
Ya, datanglah Aku ke kajian di lantai 2, no. 209, yang belakangan ternyata kamar anak muridku, Aslam.
Di kamar kecil itu, setelah membaca Al-qur'an kami membahas tentang penggunaan obat karena pemateri berasal dari mahasiswa S2 keperawatan, Aku melihat suatu ikatan yang kuat berdasarkan islam, Aku merasa senang bertemu dengan mereka. Mereka kebanyakan mahasiswa S2 dan S3 beasiswa,l dan mahasiswa exchange. ada yang masih jomblo, dan ada yang membawa serta keluarganya ke Bangkok. Aku berkenalan dengan mereka, kebanyakan dari jawa, dan beberapa orang dari sumatra dan kalimantan. semoga silaturahim kita tetap terjaga meskipun singgahku hanya beberapa kali disana. ini penampakan pengajian :
pengajian di 209, Diana Court
Pengajian di masjid Darul Aman, soi 7, Bangkok.
Tempat tinggalku memakan waktu sekitar 15 menit berjalan kaki ke tempat mayoritas muslim, soi 7. Disana Aku bisa menemukan makanan halal dan ramah di kantong, disana Aku pun menghadiri pengajian di masjid Darul Alam, ternyata ada yang kembali kepada Allah hari itu sehingga masjid ramai karna jenazah sedang dimandikan.
Aku menemukan cahaya disini, karena kajian ini dipimpin oleh ustadz Eldrick yang berasal dari Papua, ia berhasil membuatku menahan air mata karena materinya tentang dzikrullah, ustadz Eldrick mengingatkanku kepada ustadz khalid yang sering kutonton di youtube.
Selain berceramah tentang dzikrullah, Aku diceritakan betapa pentingnya kita sebagai umat islam berkumpul bersama dimanapun berada, entah itu hijrah di tempat mayoritas atau minoritas-agar syariat islam dapat ditegakkan misalnya dalam pengurusan jenazah seperti sekarang.
Kebayang kan, kalau kita mati diurusnya tidak sesuai syariat agama islam? Di bekukan? Di awetkan? Ngeri....
Ketika menjelajahi beberapa mall disini, ternyata mereka menyediakan tempat ibadah yang jauh lebih nyaman daripada Indonesia, ketika Aku pergi ke Asiatiq (salah satu pusat belanja yang harus naik perahu untuk menyebrang) Aku menemukan masjid yang sangat nyaman dan daerah muslim disanađ
Penjelajahan ku di Bangkok tentang islam belum selesai. Masih banyak hal yang harus ku gali entah dari orang-orang, maupun dari keunikan tempat ibadah. InsyaaAllah minggu depan, Aku akan ke masjid jawa.
Ternyata, Allah akan selalu mempertemukan saudara muslim dimana pun berada! :)
senja dari apartemenku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar