Kamuflase

20 februari 2020.

Tanggal yang begitu cantik, sempat terlintas pada tanggal itu aku akan melepas rindu. Mendengar tawa renyahmu. Lalu kita menonton film yang kita suka. Berjalan di dinginnya malam langit kota, lalu kembali berpisah di stasiun untuk pertemuan selanjutnya.

Aku sudah tidak tahan, aku kira sikapmu yang dingin bentuk rindu yang tak bisa ditemui karena kesibukan. Maka kuputuskan, Aku yang datang ke kotamu.
Membuat rencana di sempitnya waktu.
Katamu, jika Aku sabar - akan dibayar oleh keinginan bersama dan komitmen kita kala itu.
Tentu kamu tidak akan marah kan Aku datang diam-diam?

Aku sampai dikotamu.

Namun, sayang.
Ternyata penolakan yang kuterima.

Aku menelan ludah pahit. Beribu pertanyaan mengusik benakku.
Mengapa?

Lalu rentetan penjelasan darimu bagai menusuk hatiku ketika pesan itu masuk aplikasi chatting...

Aku ingin tetap bertemu. Sekalian agar semua jelas. Kubuang jauh ekspektasi indah di awal. Aku sudah siap dengan berbagai kemungkinan. Tapi - Aku ingin tetap mendapati dirimu disana dan kembali seperti dulu. Harap itu masih ada.

Kamu tersenyum saat bertemu, tapi duduk kita berjauhan.
Bercerita seperti biasa.
Tapi tidak kunikmati seperti biasa, kerongkongan kering meski jeruk dingin terus terusan kutenggak. Pertemuan ini harus ada kepastian. Perkara melangkah atau berhenti.

Kamu bilang biarkan seperti ini dengan sikapmu yang datang dan pergi, tapi Aku tidak bisa. Aku punya kehidupan juga.

Sayang, Aku tidak melihat dirimu malam itu. Tidak kudapati dirimu yang santun dan penuh kehangatan.
Kepura-puraan jelas dimatamu.
Tutur kata yang selalu kamu jaga dengan baik - diganti dengan tiap kata yang menusuk sembilu.
Kuakui - Aku seperti pengemis karena tak percaya yang dihadapanku adalah dirimu.

Kamu tawarkan pilihan yang tak bisa kupilih.

Kamu menuntut apa yang tidak bisa Aku penuhi.

Bahkan - kamu sebutkan beberapa keinginan yang ingin kamu capai sendiri di masa depan - kusimak - tapi tak terdengar nama diriku dalam rencanamu.

Perdebatan kelakar yang biasa kita isi dengan tawa - sekarang didominasi olehmu yang keras kepala.

Aku tidak pernah tahu, berbicara dengan mu sangat melelahkan sekarang.

Aku tidak pernah tau, ternyata kamu menyerah ketika kamu sedang banyak kesempatan dan kekuatan dalam pencapaian sementara aku sedang dalam kepayahan.

Aku tidak pernah tahu, ternyata selama ini Aku hanya seorang diri menyiram dan merawat  - sementara kamu diam - diam memiliki bom waktu untuk menginjak dan menghancurkannya.

Aku tidak pernah tahu - sebegitu mudahnya seseorang memudarkan (atau tiba-tiba pudar) dengan segala kenangan, perjuangan dan rintangan sampai jatuh bangun bersama dengan orang (manusia) yang menemani dan mendukungnya dari keadaan terpuruk dan dihina.

Aku tidak pernah tahu... Ternyata Aku dibiarkan pergi ke stasiun sendiri.

Aku tidak pernah tahu..
Laki laki begitu pandai berkamuflase.

Tidak ada komentar:

Semoga kita kuat dan mampu

Tak ada cara yang lebih sempurna dari menerima rasa sakit itu sendiri. Seperti ketika kamu jatuh karena gravitasi, biarkan saja jatuh. Jik...